Pengertian
Investasi
adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan
dan ekonomi.
Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva
dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan
dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.
Berdasarkan teori ekonomi,
investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal
barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang
produksi). Contohnya membangun rel
kereta api atau pabrik.
Investasi adalah suatu komponen dari PDB dengan rumus
PDB = C + I + G + (X-M)
.
Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada investasi non-residential
(seperti pabrik dan mesin) dan investasi residential (rumah baru). Investasi
adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i)
. Suatu pertambahan
pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga
yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal
tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika
suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk
investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya
kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan
untuk mendapatkan bunga.
“Faktor
apakah yang paling mempengaruhi tingkat investasi dalam perekonomian di suatu
negara?”
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi
Kekuatan
ekonomi utama yang menentukan investasi adalah hasil biaya investasi yang
ditentukan oleh kebijakan tingkat bunga dan pajak, serta harapan mengenai masa
depan (Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, 1993, 183).
Faktor-faktor
penentu investasi sangat tergantung pada situasi dimasa depan yang sulit untuk
diramalkan, maka investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah.
Penanaman
modal dalam negeri memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi di
negara-negara sedang berkembang. Hal ini terjadi dalam berbagai bentuk. Modal
Investasi mampu mengurangi kekurangan tabungan dan melalui pemasukan peralatan
modal dan bahan mentah, dengan demikian menaikkan laju pemasukan modal. Selain
itu, tabungan dan investasi yang rendah mencerminkan kurangnya modal di negara
keterbelakangan teknologi. Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal
Investasi yang membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman
organisasi, informasi pasar, teknik-tekink produksi maju, pembaharuan produk
dan lain-lain. Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian
baru. Semua ini pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi negara
terbelakang. Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang
sangat mempengaruhi penanaman modal asing ke dalam negeri.
Pengaruh Nilai Tukar
Secara
teoritis dampak perubahan tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty
(tidak pasti). Shikawa (1994), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang
berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs
tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran
domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi
investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal
dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini
akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat
harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik
masyarakat. Gejala diatas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan
penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi.
Pada sisi
penawaran, pengaruh aspek pengalihan pengeluaran (expenditure switching) akan
perubahan tingkat kurs pada investasi relatif tidak menentu. Penurunan nilai
tukar mata uang domestik akan menaikkan produk-produk impor yang diukur dengan
mata uang domestik dan dengan demikian akan meningkatkan harga barang-barang
yang diperdagangkan / barang-barang ekspor (traded goods) relatif
terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan (non traded goods),
sehingga didapatkan kenyataan nilai tukar mata uang domestik akan mendorong
ekspansi investasi pada barang-barang perdagangan tersebut.
Pengaruh Tingkat Suku Bunga
Tingkat
bunga mempunyai pengaruh yang signifikan pada dorongan untuk berinvestasi. Pada
kegiatan produksi, pengolahan barang-barang modal atau bahan baku produksi
memerlukan modal (input) lain untuk menghasilkan output / barang final.
Pengaruh Tingkat Inflasi
Tingkat
inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena
tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi
dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa
jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga
relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (1991), tingkat inflasi
yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro
dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro.
Di
Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti
dengan kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya
menurunkan tingkat inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan
kebijakan moneter uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian
tingkat inflasi domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung
melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.
Pengaruh Infrastruktur
Seperti
dilakukan banyak negara di dunia, pemerintah mengundang investor guna
berpartisipasi menanamkan modalnya di sektor-sektor infrastruktur, seperti
jalan tol, sumber energi listrik, sumber daya air, pelabuhan, dan lain-lain.
Partisipasi tersebut dapat berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata
uang asing. Melihat perkembangan makro-ekonomi saat ini, terutama memperhatikan
kecenderungan penurunan tingkat bunga.
Pembangunan
kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat
diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis. Pembangunan
infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya akan
berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan infrastruktur
yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan
investasi yang didapat semakin meningkat.
PERTUMBUHAN
DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
1. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Subandi,
dalam bukunya Sistem Ekonomi Indonesia, menulis bahwa factor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum, adalah:
1. factor
produksi
2. factor
investasi
3. factor
perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4. factor
kebijakan moneter dan inflasi
5. factor
keuangan negara
Sedangkan
Tambunan, dalam bukunya Perekonomian Indonesia, menulis bahwa di dalam
teoti-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh
ketersediaan dan kualitas dari factor-faktor produksi seperti SDM, kapital,
teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi. Akan tetapi,
factor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan
pertumbuhan jangka pendek.
Dengan
kata lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih baik,
sama atau lebih buruk dari tahun 2000 lebih ditentukan oleh factor-faktor yang
sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat dikelompokkan ke dalam factor internal
dan eksternal.
Factor
eksternal didominasi oleh factor-faktor ekonomi, seperti perdagangan
internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.
1. Faktor-faktor
Internal
a. Factor
ekonomi, antara lain:
· Buruknya fundamental ekonomi
nasional
· Cadangan devisa
· Hutang luar negeri dan
ketergantungan impor
· Sector perbankan dan riil
· Pengeluaran konsumsi
b. Faktor
non ekonomi, antara lain:
· Kondisi
politik, social dan keamanan
· PMA dan PMDN
· Pelarian modal ke luar negeri
· Nilai tukar rupiah
2. Faktor-faktor
Eksternal
· Kondisi perdagangan dan perekonomian
regional atau dunia
2. PERTUMBUHAN
EKONOMI SEJAK PELITA I
Melihat
kondisi pembangunan ekonomi Indonesia sejak Pelita I tahun 1969 hingga krisis
ekonomi terjadi akhir 1997, dapat dikatakan Indonesia mengalami proses
pembangunan ekonomi yang spektakuler. Keberhasilan ini dapat diukur
dengan sejumlah indicator, dua di antaranya yang umum digunakan adalah tingkat
pendapatan nasional per kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun. Tahun
1968 pendapatan nasional per kapita masih sangat rendah hanya sekitar US$60. jauh
lebih rendah dibanding pendapatan nasional dari negara-negara berkembang lain
pada saat itu, misalnya India, Srilanka dan Pakistan. Akan
tetapi, sejak Pelita I dimulai pendapatan nasional Indonesia per kapita
mengalami peningkatan setiap tahun dan akhir periode 1980an telah mendekati
US$500.
Menjelang
pertengahan 1980an terjadi merosotnya harga minyak mentah di pasaran
internasional dan terjadi resesi ekonomi dunia pada decade yang sama. Hal
ini menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih rendah dari
periode-periode sebelumnya. Beberapa negara lain di asia, seperti
Malaysia, Filiphina, Thailand dan Taiwan juga mengalami hal yang sama. Terkecuali
Filiphina, merosotnya pertumbuhan ekonomi di Malaysia, Thailand dan Taiwan
lebih lambat dibandingkan di Indonesia karena memang ketiga negara tersebut
basisnya sudah lebih kuat dari ekonomi Indonesia.
3. PERUBAHAN
STRUKTUR EKONOMI
Pembangunan
ekonomi dalam jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan
membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional
dengan pertanian sebagai sector utama ke ekonomi modern yang didominasi sector
non primer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to
scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan
produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi (Weiss,
1988).
Meminjam
istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi
structural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait
satu dengan lainnya dalam komposisi permintan agregat, perdagangan luar negeri
(ekspor dan impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan
factor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna
mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(Chenery, 1979).
1. Teori
Teori
perubahan structural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang, yang semula bersifat
subsisten (pertanian tradisional) dan menitikberatkan sector pertanian menuju
struktur perekonomian yang lebih modern yang didominasi sector non primer,
khususnya industri dan jasa. Ada 2 teori utama yang umum digunakan
dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi yakni dari Arthur Lewis (teori
migrasi) dan Hollis Chenery (teori transformasi structural).
Teori
Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di
pedesaan dan perkotaan (urban). Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan
bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu
perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sector utama. Di
pedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga
kerja dan tingkat hidup masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat
perekonomian yang sifatnya juga subsisten. Over supply tenaga
kerja ini ditandai dengan nilai produk marjinalnya nol dan tingkat upah riil
yang rendah.
Di
dalam kelompok negara-negara berkembang, banyak negara yang juga mengalami
transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade terakhir ini, walaupun pola dan
prosesnya berbeda antar negara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
antar negara dalam sejumlah factor-faktor internal berikut:
1) Kondisi
dan struktur awal dalam negeri (economic base)
2) Besarnya
pasar dalam negeri
3) Pola
distribusi pendapatan
4) Karakteristik
industrialisasi
5) Keberadaan
SDA
6) Kebijakan
perdagangan LN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar